Ada berbagai macam jenis sistem usaha yang saat ini berjalan, yaitu
Peternak mandiri
Peternak
non mitra (mandiri) adalah peternak yang mampu menyelenggarakan usaha
ternak dengan modal sendiri dan bebas menjual outputnya ke pasar.
Seluruh kerugian dan keuntungan ditanggung sendiri. Pendapatan peternak
ayam ras pedaging baik yang mandiri maupun pola kemitraan sangat
dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu bibit
ayam (DOC); pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin; tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi
kandang dan peralatan. Peternak non mitra prinsipnya menyediakan
seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan
produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai berternak dan
memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung
sepenuhnya oleh peternak. Adapun ciri ciri peternak mandiri adalah mampu
membuat keputusan sendiri tentang:
- Perencanaan usaha peternakan
- Menentukan fasilitas perkandangan;
- Menentukan jenis dan jumlah sapronak (sarana produksi ternak) yang akan digunakan;
- Menentukan saat penebaran DOC di dalam kandang;
- Menentukan manajemen produksi;
- Menentukan tempat dan harga penjualan hasil produksi;
- Tidak terikat dalam suatu kemitraan.
Alasan peternak beralih menjadi kemitraan, yaitu:
- Kekurangan modal usaha;
- Mengurangi risiko kegagalan/kerugian;
- Untuk memperoleh jaminan kepastian penghasilan;
- Untuk memperoleh jaminan kepastian dalam pemasaran;
- Untuk mendapatkan jaminan kepastian supply.
Peternak mandiri prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari
modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan
mencakup kapan memulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh
keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak.
Kemitraan
Kemitraan
adalah pola kerjasama antara perusahaan peternakan selaku mitra usaha
inti dengan peternak rakyat selaku mitra usaha plasma, yang dituangkan
dalam bentuk ikatan kerjasama. Melalui kemitraan diharapkan terjadi
kesetaraan hubungan antara peternak dengan mitra usaha inti sehingga
memperkuat posisi tawar peternak, berkurangnya risiko usaha dan
terjaminnya pasar yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan peternak.
Kemitraan dimaksudkan sebagai upaya pengembangan usaha yang dilandasi
kerjasama antara perusahaan dari peternakan rakyat dan pada dasarnya
merupakan kerjasama vertikal (vertical partnertship).
Kerjasama tersebut mengandung pengertian bahwa keduabelah pihak harus
memperoleh keuntungan dan manfaat. Peternak pola kemitraan (sistem
kontrak harga) adalah peternak yang menyelenggarakan usaha ternak dengan
pola kerjasama antara perusahaan inti dengan peternak sebagai plasma
dimana dalam kontrak telah disepakati harga output dan input yang telah
ditetapkan oleh perusahaan inti. Peternak menerima selisih dari
perhitungan input dan output. Peternak plasma yang mengikuti pola
kemitraan cukup dengan menyediakan kandang, tenaga kerja, peralatan,
listrik dan air, sedangkan bibit (DOC), pakan dan obat-obatan, bimbingan
teknis serta pemasaran disediakan oleh perusahaan inti Pada saat panen
perusahaan inti akan memotong utang peternak plasma berupa DOC, pakan
dan obat-obatan. Apabila terjadi kerugian, maka yang menanggung risiko
adalah perusahaan sebatas biaya DOC, pakan dan obat-obatan. Plasma akan
memperoleh bonus, apabila Feed Conversion Ratio(FCR) lebih rendah
dari yang ditetapkan oleh inti. Sedangkan bagi peternak non mitra,
seluruh biaya operasi dan investasi serta pemasaran diusahakan sendiri.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di
antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku
yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etika
bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam
menjalankan kemitraan. Kegagalan kemitraan pada umumnya disebabkan oleh
fondasi dari kemitraan yang kurang kuat dan hanya didasari oleh belas
kasihan semata atau atas dasar paksaan pihak lain, bukan atas kebutuhan
untuk maju dan berkembang bersama dari pihak-pihak yang bermitra. Kalau
kemitraan tidak didasari oleh etika bisnis (nilai, moral, sikap, dan
perilaku) yang baik, maka dapat menyebabkan kemitraan tersebut tidak
dapat berjalan dengan baik. Suatu pola kemitraan yang ideal mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
- Pola tersebut mampu mengakomodasi kepentingan ekonomi peternak rakyat dan inti melalui secara progresif
- Pola kemitraan mampu mencapai efisiensi dan perbaikan kinerja sistem secara keseluruhan
- Mampu meredam gejolak yang bersumber dari faktor eksternal dan mengelola risiko yang mungkin timbul serta mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada.
Pola kemitraan ayam broiler tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan industri ayam broiler di Indonesia.
Bahkan pola kemitraan tersebut dilahirkan dari sejarah industri ayam
ras sebagai salah satu solusi untuk menciptakan harmonisasi antar pelaku
ekonomi dalam industri ayam ras pedaging. Dalam usaha peternakan ayam
rakyat khususnya untuk budidaya ayam ras kebijakan yang ditempuh adalah
mengutamakan usaha budidaya bagi peternakan rakyat, perorangan, kelompok
maupun koperasi[3] sesuai dengan keppres No. 22 tahun 1990.